Beranda MotoGP Engine Freeze di MotoGP: Pertarungan Kepentingan Pabrikan

Engine Freeze di MotoGP: Pertarungan Kepentingan Pabrikan

11
0

Jakarta, – Regulasi baru sering kali menjadi sumber konflik di kejuaraan MotoGP. Maklum, setiap pabrikan berusaha mempertahankan kepentingannya masing-masing.

Minggu depan, jelang dimulainya Grand Prix Emilia Romagna, Komisi Grand Prix berencana menyetujui kebijakan pembekuan mesin (engine freeze). Regulasi ini akan diterapkan pada 2025 dan berlanjut hingga 2026.

Sebelumnya, tim-tim memverifikasi mesin mereka sebelum seri pembuka musim dan tidak dapat melakukan apa pun hingga seri terakhir.

Dengan modifikasi terbaru, spesifikasi mesin yang disegel sebelum Grand Prix Thailand pada 2 Maret harus digunakan hingga akhir 2026. Konstruktor yang menerima konsesi, yakni Yamaha dan Honda, akan dibebaskan dari pembatasan ini.

Di atas kertas, perubahan ini dimaksudkan untuk mengendalikan biaya. Badan pengatur percaya pembekuan akan mendorong pabrikan untuk fokus pada pengembangan dan anggaran mereka pada perombakan yang akan terjadi pada 2027, saat regulasi teknis baru berlaku.

Namun, ada juga yang menyoroti bahwa dekrit ini memiliki kontradiksi dan menguntungkan beberapa pihak lebih dari yang lain.

Untuk mencapai keputusan ini, beberapa rapat MSMA (Asosiasi Pabrikan Olahraga Motor) telah berlangsung, dan beberapa di antaranya berlangsung cukup tegang. Rapat terakhir, yang diadakan Kamis lalu di sirkuit Misano, merupakan cerminan paling akurat dari keadaan masing-masing perusahaan yang terlibat di MotoGP.

Dari semua pabrikan yang hadir, Yamaha dan Ducati menunjukkan sikap paling positif, meski dengan alasan yang berbeda.

Di satu sisi, Yamaha diuntungkan dari pembekuan selama masih mendapat konsesi. Hal ini akan memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan mesin V4 empat silinder pertama mereka di era MotoGP.

Sebagaimana diungkap Motorsport.com pada Selasa, departemen teknis Yamaha di Iwata yang dipimpin oleh mantan insinyur Formula 1 Ferrari dan Toyota, Luca Marmorini, telah mengerjakan alternatif mesin empat silinder segaris tradisional Yamaha selama berbulan-bulan.

Marmorini sebelumnya menjadi tokoh kunci dalam revitalisasi Aprilia, bekerja sama dengan perusahaan yang bermarkas di Noale itu untuk memperkuat dan meningkatkan performa dan keandalan unit tenaga RS-GP.

Yamaha berencana untuk menguji mesin 1000cc baru pada 2025 dan terus mengembangkannya pada 2026, sebelum dikurangi menjadi 850cc saat regulasi 2027 diberlakukan.

Motorsport.com memahami bahwa terdapat kritik di dalam MSMA bahwa strategi pabrik tersebut merupakan pemborosan dan tidak sesuai dengan semangat aturan baru.

"Proyek semacam ini membutuhkan investasi puluhan juta euro karena beralih dari mesin in-line ke V4 berarti mengubah hampir seluruh motor," kata salah satu insinyur paling terkemuka di paddock kepada Motorsport.com.

Pernyataan tersebut menguatkan pendapat mereka yang percaya bahwa tidak masuk akal untuk membatasi investasi sebagai alasan utama pembekuan, sementara pada saat yang sama memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menghabiskan banyak uang.

Di dalam MSMA, ada anggota yang terkejut dengan perubahan wacana Yamaha sejak kedatangan Max Bartolini, manajer teknis yang direkrut dari Ducati setelah bertahun-tahun menjadi tangan kanan Gigi Dall’Igna. Bersama Bartolini, sikap pabrikan Jepang mengenai isu-isu tertentu telah jauh mengeras.

Honda berada di kubu yang sama, meski dengan posisi yang kurang tegas. Pabrikan tersebut juga menggelontorkan banyak dana ke unit tenaga RC213V mereka, tetapi kurang jelas ke arah mana yang akan dituju.

Saat uji coba di Misano pada Senin, pembalap Honda mencoba mesin baru yang, jika dilihat dari komentar pembalap, belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Namun, Honda tetap senang bisa bebas terus berinvestasi pada bagian yang mereka yakini menjadi kunci kebangkitan mereka.

KTM berada dalam posisi yang relatif sama. Mereka tengah berjuang secara finansial dengan kerugian besar karena penurunan penjualan, yang menyebabkan dewan menerapkan kebijakan PHK untuk mengurangi tekanan pada arus kas. Jelas, aturan yang secara tidak langsung membatasi pengeluaran di MotoGP disambut baik oleh grup yang dipimpin Stefan Pierer ini.

"Yang tidak masuk akal adalah tingkat investasi yang telah dicapai," kata seorang sumber dari bengkel KTM kepada Motorsport.com.

"Tidak ada yang diperbaiki. Jika Anda harus membuat sasis, Anda tidak hanya membuat satu, Anda membuat beberapa sasis, bahkan sebelum penguji mencobanya."

"Ada kalanya mereka keluar, dan dalam satu kali jalan mereka membuangnya. Itu berarti membuang semuanya."

Aprilia berada di "tanah tak bertuan". Perusahaan yang bermarkas di Noale itu, yang merupakan salah satu yang paling dikontrol oleh perusahaan induknya, Piaggio Group, telah menemukan keseimbangan yang sulit dicapai mengingat sumber daya yang dialokasikan untuk proyek MotoGP-nya, cara mendistribusikannya, dan performa serta keuntungan yang didapatnya.

Meski begitu, Motorsport.com memahami bahwa para eksekutifnya lebih suka bebas memutuskan ke mana akan memusatkan modal mereka, tanpa dibatasi atau ditentukan dari luar.

Lalu ada Ducati, yang selalu menang dan akan terus menang, baik di dalam maupun di luar lintasan. Aturan baru tidak hanya akan membekukan mesin tetapi juga membatasi evolusi mereka yang ingin mendekati Desmosedici, motor paling dominan dalam beberapa tahun terakhir dengan memenangkan 12 dari 13 balapan yang digelar musim ini dan meraih 34 dari 39 posisi podium yang diperebutkan.

Dengan perubahan di depan mata, keunggulan tim Borgo Panigale tampaknya terjamin setidaknya hingga 2027.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini