Daniel Ricciardo belakangan menghadapi kenyataan pahit. Setelah diisukan bakal digantikan di Red Bull Racing, ia kini di ambang pintu keluar dari Formula 1 (F1). Berbagai spekulasi pun bermunculan terkait kariernya yang menurun seiring riwayat perpindahan timnya yang cukup sering.
Faktor Perubahan Tim
Jamie Chadwick, pebalap wanita Inggris, menilai perubahan tim yang sering dilakukan Ricciardo berdampak negatif pada mentalitasnya. Ia berpendapat, lingkungan yang tidak stabil telah membebaninya secara psikologis.
"Perubahan tim yang konstan, ditambah persaingan yang ketat di dalamnya, tentu memengaruhi mentalitasnya," ujar Chadwick.
Pendapat ini diamini oleh para pengamat F1 lainnya. Simon Lazenby dari Sky Sports mempertanyakan apakah Ricciardo akan mampu tampil lebih baik jika ia bertahan lebih lama di Red Bull Racing, alih-alih pindah ke tim yang lebih lemah seperti Renault dan McLaren.
Keputusan yang Kurang Tepat
Keputusan Ricciardo untuk meninggalkan Red Bull Racing pada 2018 berujung petaka. Di Renault, ia gagal menemukan performa terbaiknya. Demikian juga di McLaren, di mana ia kalah bersaing dengan rekan setimnya, Lando Norris.
Mantan pebalap F1, Anthony Davidson menyebut Ricciardo sebagai salah satu pebalap yang banyak disukai penggemar. Namun, ia mengakui bahwa performa pebalap tidak hanya ditentukan oleh skill, tetapi juga oleh faktor eksternal seperti tim dan mobil yang digunakan.
Masa Depan yang Suram
Dengan kemungkinan hengkangnya dari F1, masa depan Ricciardo pun suram. Ia sempat menyatakan keinginannya untuk kembali ke Red Bull Racing, namun hal tersebut sepertinya sulit terwujud. Liam Lawson, pebalap muda asal Selandia Baru, digadang-gadang bakal menggantikan posisinya.
Chadwick berharap Ricciardo dapat menemukan peran lain di dunia balap. "Dia adalah promotor hebat untuk olahraga ini," katanya.
Meski kariernya di F1 mungkin akan segera berakhir, Ricciardo tetap menjadi sosok yang dihormati di paddock. Kecepatan, skill, dan kepribadiannya yang ceria akan selalu dikenang para penggemar F1.
