Di balik kejayaan dan prestasi cemerlangnya di dunia balap Formula 1 (F1), Lewis Hamilton ternyata menyimpan rahasia getir. Sang juara dunia tujuh kali itu mengaku telah bergulat dengan depresi sepanjang hidupnya.
"Saya kira itu karena tekanan balapan dan perjuangan di sekolah. Saya juga di-bully. Saya tidak punya siapa-siapa untuk diajak bicara," ungkap Hamilton melalui wawancara dengan The Times.
Meski telah meraih kesuksesan luar biasa bersama McLaren dan Mercedes, Hamilton merasa terpuruk secara mental. Ia mengaku mulai merasakan depresi sejak usia muda, yakni sekitar 13 tahun.
"Di usia 20-an, saya mengalami fase-fase yang sangat sulit," lanjutnya.
Ketika ditanya apakah ia pernah berkonsultasi dengan terapis, Hamilton menjawab, "Saya pernah berbicara dengan seorang wanita beberapa tahun lalu, tapi itu tidak terlalu membantu. Saya ingin menemukan seseorang hari ini."
Hamilton juga mengungkap bahwa selama pandemi COVID-19 pada tahun 2020, ia mulai membiasakan diri bangun pada pukul 05.00 pagi untuk bermeditasi sebelum berlari.
"Itu cara yang sangat baik untuk berhubungan dengan diri sendiri, perasaan terdalam saya, memahami apa yang bisa saya lakukan," katanya.
Pembalap asal Inggris ini percaya bahwa ia telah menjadi lebih dewasa saat ini dibandingkan saat awal kariernya di F1.
"Kita belajar tentang hal-hal yang diturunkan dari orang tua kita, menyadari pola-pola tersebut, bagaimana kita bereaksi terhadap berbagai hal, dan bagaimana kita dapat mengubahnya," ujar Hamilton.
"Jadi, hal-hal yang mungkin membuat saya marah di masa lalu, tidak lagi membuat saya marah hari ini. Saya jauh lebih baik sekarang."
Kisah Hamilton menjadi pengingat bahwa kesehatan mental dapat memengaruhi siapa saja, bahkan mereka yang berada di puncak kesuksesan. Stigma seputar kesehatan mental masih perlu terus dilawan, agar semakin banyak orang yang berani mencari bantuan dan menjalani hidup yang lebih sehat dan sejahtera.
